ucapan

TERIMA KASIH KUNJUNGAN DAN KOMENTARNYA SEMOGA BERMANFAAT

Rabu, 25 Februari 2015

Inilah racun syiah dalam 'Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan

Mengutip ulasan Syiah Bukan Islam (SBI) pada Rabu (5/11/2014), syiah di Indonesia menyisipkan aqidah mereka dalam Buku-buku yang umum tersebar dikalangan umum, dengan memanfaatkan ketidaktahuan para pembacanya.
Mereka disinyalir memasukkan doktrin-doktrin dari ajaran syiah ke dalam buku yang tergolong bersegmen umum. Salah satunya adalah ‘Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan, Sebuah Panduan Praktis’ yang diterbitkan oleh Penerbit Diva Press karangan Dr. Athif Lamadhah disinyalir turut menjadi alat penyebaran doktrin syiah. Secara halus, menurut SBI, buku ini menyusupkan beberapa doktrin syiah kepada pembacanya.
Berdasarkan kutipan dari gensyiah.com, berikut beberapa sisipan doktrinasi syiah dalam buku tersebut:
Pada halaman 177 dan 178, termuat anjuran untuk menamakan anak yg baru lahir dengan nama para Imam yang 12 ala Syiah. Di sana juga dikatakan bahwa : “…mengikuti para imam sama dengan mengikuti Islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah melalui jalur keluarga beliau yang disucikan.”
Pada halaman 179 diajarkan do’a yang masyhur dikalangan Syiah, yaitu Do’a Kumail.
Buku ini secara halus mencela seorang sahabat Nabi, Pada halaman 276, pada bab Kamus Nama-nama Indah dan Islami, pada abjad huruf “U” dan pada nama “Utsman” diartikan dengan arti: Anak Ular, Sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana diketahui, kelompok Syiah sangat membenci para Khulafaur Rasyidin sebelum Imam Ali bin Abi Thalib.
Agar menarik minat pembaca, buku ini diklaim oleh penerbitnya sebagai Buku Best Seller Nasional. Meski buku ini berisi tentang tahapan-tahapan pembentukan bayi, tanda-tanda kehamilan, penyakit kehamilan, dan segala sesuatu tentang kehamilan dan melahirkan, namun dengan penyisipan doktrin-doktrin tersebut, maka menjadi tidak layak dibaca oleh Muslimah Ahlu Sunnah.
Semoga melalui paparan SBI tersebut di atas dapat menjadi pelajaran agar kita lebih meningkatkan kewaspadaan dari racun-racun doktrin syiah. Mari kita jaga orang-orang terkasih di sekitar kita agar tidak terbawa arus syiah yang sesat dan menyesatkan.
Mengutip ulasan Syiah Bukan Islam (SBI) pada Rabu (5/11/2014), syiah di Indonesia menyisipkan aqidah mereka dalam Buku-buku yang umum tersebar dikalangan umum, dengan memanfaatkan ketidaktahuan para pembacanya.
Mereka disinyalir memasukkan doktrin-doktrin dari ajaran syiah ke dalam buku yang tergolong bersegmen umum. Salah satunya adalah ‘Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan, Sebuah Panduan Praktis’ yang diterbitkan oleh Penerbit Diva Press karangan Dr. Athif Lamadhah disinyalir turut menjadi alat penyebaran doktrin syiah. Secara halus, menurut SBI, buku ini menyusupkan beberapa doktrin syiah kepada pembacanya.
Berdasarkan kutipan dari gensyiah.com, berikut beberapa sisipan doktrinasi syiah dalam buku tersebut:
Pada halaman 177 dan 178, termuat anjuran untuk menamakan anak yg baru lahir dengan nama para Imam yang 12 ala Syiah. Di sana juga dikatakan bahwa : “…mengikuti para imam sama dengan mengikuti Islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah melalui jalur keluarga beliau yang disucikan.”
Pada halaman 179 diajarkan do’a yang masyhur dikalangan Syiah, yaitu Do’a Kumail.
Buku ini secara halus mencela seorang sahabat Nabi, Pada halaman 276, pada bab Kamus Nama-nama Indah dan Islami, pada abjad huruf “U” dan pada nama “Utsman” diartikan dengan arti: Anak Ular, Sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana diketahui, kelompok Syiah sangat membenci para Khulafaur Rasyidin sebelum Imam Ali bin Abi Thalib.
Agar menarik minat pembaca, buku ini diklaim oleh penerbitnya sebagai Buku Best Seller Nasional. Meski buku ini berisi tentang tahapan-tahapan pembentukan bayi, tanda-tanda kehamilan, penyakit kehamilan, dan segala sesuatu tentang kehamilan dan melahirkan, namun dengan penyisipan doktrin-doktrin tersebut, maka menjadi tidak layak dibaca oleh Muslimah Ahlu Sunnah.
Semoga melalui paparan SBI tersebut di atas dapat menjadi pelajaran agar kita lebih meningkatkan kewaspadaan dari racun-racun doktrin syiah. Mari kita jaga orang-orang terkasih di sekitar kita agar tidak terbawa arus syiah yang sesat dan menyesatkan.
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/11/06/inilah-racun-syiah-dalam-buku-pintar-kehamilan-dan-melahirkan.html#sthash.eVHspU8k.dpuf

Senin, 23 Februari 2015

Semasa Mahasiswa, Ceramah Yusuf Qardhawi Diprotes Kyai Desa

Dr. Yusuf Qardhawi



Saat itu Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi masih duduk sebagai mahasiswa di Fakultas Ushuluddin. Beliau diundang ke sebuah desa untuk menyampaikan ceramah Ramadhan. Kebetulan malam itu adalah malam ke-27 Ramadhan, sebuah malam yang saat menjelang paginya terjadi Perang Badar. Maka, Yusuf Qardhawi pun menyampaikan ceramah dengan tema Perang Badar.
Jamaah masjid desa itu sangat antusias karena selama ini mereka tidak mendapatkan materi-materi seperti itu. Mereka memperoleh sesuatu yang baru, yang selama ini tertutupi bagi mereka. Namun, ternyata ada satu orang yang tidak suka dengan tema ceramah itu. Dan orang itu adalah Syaikh di desa itu; imam masjid tempat Yusuf Qardhawi berceramah.
Selama ini, Syaikh tersebut menyampaikan ceramah di bulan Ramadhan dengan pembahasan thaharah saja; utamanya wudhu. Di satu hari ia membahas adab beristinja’. Di hari berikutnya fardhu wudhu. Di hari yang lain sunnah wudhu, mustahabnya, yang membatalkannya, yang harus dihindari, air yang boleh digunakan untuk bersuci, yang tidak boleh digunakan, dan sebagainya. Maka, habislah ramadhan di desa itu untuk membahas masalah-masalah demikian.
Setelah ceramah selesai, Syaikh tersebut menemui Yusuf Qardhawi dan menyampaikan keberatannya: “Ustadz! Pembicaraanmu sangat mengagumkan, tetapi akan lebih bermanfaat jika mereka pada malam ini diajarkan tentang urusan agama mereka”
Yusuf Qardhawi balik bertanya, “Apakah sirah Rasulullah dan peperangan beliau bukanlah merupakan urusan agama mereka? Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Kami menceritakan anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah sebagaimana kami mengajarkan mereka surat Al-Qur’an!”
Ia berkata, “Maksud kami, mereka belajar bagaimana tata cara wudhu dan mandi, mereka juga mengetahui beberapa syarat, kewajiban, dan sunnahnya, dan sebagainya, di mana shalat tidak akan sah tanpa mengetahui hal tersebut.”
Yusuf Qardhawi kembali bertanya, “Wahai Tuan Syaikh! Tuan hafal Al-Qur’an. Adakah Tuan dapat menjawab pertanyaan kami: dalam berapa ayat Allah menyebutkan urusan wudhu, mandi, dan lainnya seputar urusan bersuci?” Syaikh tersebut diam. Lalu Yusuf Qardhawi melanjutkan, “Sesungguhnya hanya satu ayat yang semua berkumpul di situ. Allah berfirman,
‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai pada siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai pada kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Ia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.’ (QS. Al-Maidah : 6)
Lalu Yusuf Qardhawi bertanya lagi, “Dan dalam berapa surat Allah menyebutkan urusan jihad dan berperang di jalan Allah?”
Syaikh tadi diam, lalu dijawab sendiri oleh Yusuf Qardhawi, “Sesungguhnya kita mempunyai kumpulan-kumpulan surat Al-Qur’an yang diwahyukan beberapa nama dan lingkup temanya –yaitu jihad- diantaranya adalah: Al-Anfal, At-Taubah, Al-Ahzab, Al-Qital, Al-Fath, Ash-Shaf, Al-Hasyr, Al-Hadid, Al-‘Adiyat, dan An-Nashr. Dan ini bukan termasuk surat yang sangat banyak yang telah kami sampaikan beberapa ayatnya tentang peperangan seperti surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, dan sebagainya. Bagaimana kita membiarkan sesuatu yang menjadi perhatian Al-Qur’an dalam beberapa surat ini dan beberapa ayat yang sangat banyak. Sedangkan, kita hidup sebulan atau lebih hanya berputar dengan satu ayat.”
***
Apa yang terjadi di Mesir yang dijumpai Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi di atas juga masih terjadi di lingkungan kita. Betapa banyaknya kajian, tulisan, dan sebagainya yang mengkonsentrasikan pada masalah fiqih. Bukan semua pembahasan tentang fiqih, tetapi hanya sebagian (biasanya juga tentang thaharah) dan diulang-ulang. Sementara dianggap aneh jika ada pengajian yang menjelaskan tentang sirah nabawiyah dan jihad-jihad yang dilakukan Rasulullah.
Seorang kawan pernah menyampaikan protesnya karena di masyarakatnya pengajian hanya berkutat soal thaharah. Awalnya kajian dimulai, dan mengikuti banyak sistematika kitab fiqih, tema pertamanya adalah thaharah. Sekian lama kajian itu berlangsung, tetapi tidak juga beranjak ke pembahasan yang lain. Dan hasilnya, dalam rentang waktu bertahun-tahun, masyarakat tidak memahami Islam kecuali pada masalah thaharah saja. Kawan tadi juga mempertanyakan efektifitas dakwah seperti itu yang tidak pernah berbuah takwin as-syakhsiyah islamiyah; pembentukan pribadi muslim.
Al-Qur’an sebenarnya sudah menunjukkan manhaj dakwah kepada kita. Ia diturunkan selama 13-an tahun di Makkah, berbicara tentang Aqidah. Maka, inilah hal pertama yang harus menjadi konsentrasi dalam pembinaan umat, khususnya oleh gerakan Islam.
Selain melihat bagaimana sistematika wahyu, hal lain yang harus diambil dari manhaj Al-Qur’an adalah bagaimana perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tertentu. Proporsi pembahasan Al-Qur’an seharusnya juga menjadi proporsi kita dalam berdakwah. Kadar perhatian Al-Qur’an yang besar terhadap suatu hal harus menjadikan kita juga memiliki perhatian besar terhadap hal tersebut.
Menutup renungan ini, sudahkan kita mengawali penerapan manhaj Al-Qur’an dalam mendidik anak-anak kita? Pertanyaan yang lebih praktis menyusul kisah nyata Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi di atas: Sudahkah kita menceritakan sejarah nabi dan jihad beliau kepada anak-anak kita?

Syiah Ingin Bunuh 100 Ulama Sunni Indonesia

Syiah Ingin Bunuh 100 Ulama Sunni Indonesia
Ustadz KH Ahmad Farid Okbah, MA Pakar aliran sesat Syiah dari Indonesia

Pakar aliran sesat Syiah dari Indonesia, Ustadz KH Ahmad Farid Okbah, MA, mengabarkan bahwa Syiah Indonesia berencana mengeksekusi mati sekitar 100 ulama Sunni yang dikenal gencar memerangi kesesatan Syiah.
“Syiah berkumpul tanggal 22 Desember (2014-red) di daerah Ngawi, kemudian mereka merencanakan untuk mengeksekusi 100 ulama Ahlus Sunnah di Indonesia, termasuk saya,” terangnya 19 Februari 2015 dalam kajian Mengenal dan Mewaspadai Bahaya Syi’ah. Kajian ini diambil dari buku tentang Syiah yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia Pusat.
Namun, pimpinan Pondok Pesantren Al Islam ini tidak menyebutkan secara rinci 100 nama ulama Ahlus Sunnah yang menjadi target pembunuhan dan makar Syiah Indonesia itu.
“Sudah ada 19 kejadian konflik Syiah dengan Islam menurut data Kapolri, ditambah kasus Adz Dzikra maka menjadi 20 kasus,” terangnya, seperti dikutip Anti Liberal News, sembari memperingatkan bahaya makar dan kudeta Syiah di negara-negara Islam sebagai pemenuhan wasiat Khumaini untuk menyebarkan Revolusi Syiah Iran.
Ia juga memberikan contoh bagaimana saat ini di Suriah, Irak, dan Yaman, kaum Muslimin dibantai oleh Syiah. Suatu hal yang tidak boleh terjadi di Indonesia.

Minggu, 22 Februari 2015

Pendeta Besar Katolik Ortodoks : Masa depan Rusia akan menjadi milik umat Islam.



Khutbah Imam Katolik Yang Menggemparkan
Seorang Imam Besar Katolik Ortodoks, Dmitri Smirnov, menyampaikan sebuah khutbah gereja yang menggemparkan di depan ratusan jemaatnya.
Dia mengatakan masa depan Rusia akan menjadi milik pemeluk Islam. Berikut ini ceramahnya kepada jemaatnya sebagaimana Muslimina beritakan:
Kalian lihat, ketika umat Islam merayakan hari besar keagamaannya, tidak satu pun orang yang berani melewati mereka, karena di seluruh dunia di masjid-masjid dan jalan-jalan kota di padati jutaan ribu umat Islam yang sedang bersujud kepada Tuhannya.
Saksikanlah, barisan jutaan umat manusia yang beribadah dengan sangat teratur dan mengikuti shaf mereka masing-masing, dan hal itu tidak perlu diajarkan. Mereka berbaris dengan tertib tanpa harus di perintah.
Lalu dimana kalian bisa melihat pemeluk Kristen seluruh dunia, bisa beribadah bersama? Dan hal itu tidak ada dalam Kristen, kalian tidak akan pernah melihatnya.
Lihatlah mereka, orang Muslim kerap membantu dengan sukarela tanpa berharap imbalan, tapi pemeluk Kristen malah sebaliknya.
Kalian tanyakan pada wanita tua itu (sambil menunjuk wanita yang lumpuh yang berada di gerejanya). Menurut wanita tua itu, seorang pengemudi Muslim sering menyediakan jasa transportasinya untuk mngantarnya ke gereja di Moskow.
Dan setiap wanita tua itu ingin memberinya upah, tapi pengemudi Muslim selalu menolaknya dengan alasan bahwa Islam melarang mengambil upah pada wanita lansia, jompo, dhuafa dan anak-anak yatim di berbagai panti dan yayasan.
Dengarkanlah persaksiannya, padahal wanita tua itu bukan ibu atau kerabatnya, tapi pengemudi Muslim mengatakan dalam Islam wajib menghormati orang yang lebih tua, apalagi orang tua yang lemah dan tak berdaya tersebut.
Keikhlasan pribadi pengemudi Muslim tersebut tidak ada ditemukan dalam pemeluk Kristen yang mengajarkan kasih, tapi pengemudi Kristen bisa tanpa belas kasih meminta upah atas jasa transportasinya pada wanita tua itu. Dia mengatakan layak mendapat upah karena itu adalah profesinya sebagai jasa transportasinya.
Seorang Muslim justru lebih dekat dengan Sang Mesiah, tapi orang Kristen hanya ingin uang. Apakah kalian tidak merasakan?
Bagaimana dalam prosesi penebusan dosa, siapa saja harus membayar kepada pendetamu, entah itu miskin atau manula, wajib memaharkannya sebagai ritual pengampunan dosa.
Saksikan juga, seorang Muslim tidak tertarik untuk mngambil upah pada orang-orang lansia. Mereka begitu ikhlas dengan sukarela membawakan barang-barang serta belanjaan wanita tua itu. Sampai sang wanita tua itu hendak berdoa ke gereja, sang pengemudi Muslim setia antar jemput wanita tua itu.
Inilah kenapa saya mengatakan masa depan Rusia akan menjadi milik mayoritas pemeluk Islam dan negeri ini akan mnjadi milik Islam. Kalian lihat pribadi yang berbudi luhur dan santun, mampu membuat dunia tercengang, ternyata akhlak Muslim lebih mulia daripada jemaat Kristen.
Kalian mendengar bahwa Islam dituduhkan sebagai agama teroris, tapi itu hanya isu belaka yang pada kenyataannya umat Islam lebih mengedepankan tata krama serta kesopanan.
Walau mereka di fitnah sebagai teroris, tapi populasi jumlah mualaf di Eropa dan Rusia makin ramai berdatangan ke tempat ibadah orang Muslim untuk memeluk Islam, karena para mualaf tahu betul bahwa Islam tidak sekejam yang dunia tuduhkan.
Sekarang dan selamanya, masa depan Rusia akan menjadi milik umat Islam. Di masa depan adalah kembalinya kejayaan Islam. Lihat populasi Muslim di Rusia, telah berjumlah 23 juta dan pemeluk Kristen mngalami penurunan menjadi 18 juta, lalu sisa yang lainnya masih tetap komunis.
Ini sebuah fakta bahwa Islam sekarang menjadi agama terbesar di Rusia. Di utara bekas pecahan negara Uni Soviet mayoritas Muslim yaitu Republik Chechnya, Tarjikistan, Kajakhstan, Uzbeckistan dan Dagestan. Lalu umat Islam telah menjamah di kota-kota besar Rusia termasuk Moskow.
Imam Besar mengakhiri khutbahnya dan turun ke mimbarnya dengan mata yang berair, di mana para jemaatnya masih trpaku dan haru, tidak menyangka seorang Imam Besar Katolik bisa mengagungkan orang Muslim.
Sebagian jemaat ada yang menangis melihat cara ajaran Islam, ternyata berbudi luhur dan tidak layak di sebut “teroris”.
Sekarang Anda mempunyai dua pilihan:
1. Biarkan info ini tetap dalam page/grup ini.
2. Share info ini ke sejumlah orang yang Anda kenal dan Insya Allah ridha
Allah akan anugerahkan kepada setiap orang yang Anda kirim dan insyaaAllah anda dapat pahala krn telah mau berbagi untuk seksama
Subhanallah...
Semoga yang mengucapkan Aamiin dan di kolom komentar dan yg membagikan bisa mengambil hikmahnya, dan menjadi seorang mukmin sejati sampai akhir hayat dan di akhirat bisa bertemu Nabi Muhammad Saw di surga firdaus. Aamiin...

Larangan tidur Tengkurap


Dari Abu Dzar ra., beliau mengatakan,

“Suatu hari Nabi saw sedang berjalan melewatiku ketika itu aku tidur secara meniarap atau tengkurap. Maka baginda membangunkanku menggunakan kakinya dan berkata, “Hai Junaidib (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya cara berbaring seperti ini adalah cara berbaring penghuni neraka.”
(HR. Ibnu Majah).
Tidur tengkurap sangat nyaman dan pulas dirasakan oleh sebagian orang. Rasanya lebih nikmat dan lebih rileks. Bahkan ada yang menjadikan cara tidur ini sebagai kebiasaan. Ada perintah dalam agama kita agar menghindari hal ini, karena memang secara kesehatan cara tidur seperti ini kurang baik.
Demikianlah agama Islam, memerintahkan dan melarang sesuatu pasti untuk kemashalahatn dan kebaikan manusia.
syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya,
الدين مبني على المصالح
في جلبها و الدرء للقبائح
“Agama dibangun atas dasar  berbagai kemashlahatan
Mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”
Kemudian beliau menjelaskan,
ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف
“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh”[1]
Larangan tidur dengan posisi tengkurap
Karena khabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa, ini adalah cara tidur yang dimurkai oleh Allah.
عن يعيش ان طخفة الغفاري رضي الله عنه قال: قال أبي بينما أنا مضطجع في المسجد على بطني إذا رجل يحركني برجله فقال: ” إن هذه ضجعة يبغضها الله” قال فنظرت فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم
Ya’isy bin Thikhfah Al-Ghifari berkata, “Bapakku menceritakan kepadaku bahwa ketika aku tidur di masjid di atas perutku (tengkurap), tiba-tiba ada seseorang yang menggerakkan kakiku dan berkata,
“Sesungguhnya tidur yang seperti ini dimurkai Allah.”
bapakku berkata,  “Setelah aku melihat ternyata beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [2]
dalam riwayat yang lain,
إنما هي ضجعة أهل النار
berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka[3]
diantara ulama ada juga yang sekedar menghukumi dengan makruh (dibenci). Sebagimana perkataan Imam Tirmidzi rahimahullah dalam sunannya,
باب ما جاء في كراهية الاضطجاع على البطن
“Bab makruhnya tidur tengkurap”
Kemudian beliau mebawakan hadits,
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلاً مضطجعاً على بطنه، فقال: ” إن هذا ضجعة لا يحبها الله”
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang Laki-laki muslim tidur tengkurap, kemudian beliau bersabda,
“Ini adalah cara tidur yang tidak disukai oleh Allah.[4]
Bahaya kesehatan tidur dengan cara ini
Ulama sekaligus pakar kedokteran, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata,
، وكثرة النوم على الجانب الأيسر مضر بالقلب بسبب ميل الأعضاء إليه، فتنصب إليه المواد. وأردأ النوم على الظهر، ولا يضر الاستلقاء عليه للراحة من غير نوم، وأردأ منه أن ينام منبطحاً على وجهه
“terlalu sering tidur dengan sisi kiri membahayakan bagi jantung karena kecendrungan anggota (organ dalam) ke kiri, maka bisa menekannya. Dan cara tidur yang kurang baik juga adalah terlentang. Tetapi tidak mengapa jika sekedar untuk beristirahat tanpa tidur. Dan yang kurang baik juga adalah cara tidur berbaring dengan mukanya (tengkurap).”[5]
Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa memang tidur tengkurap berbahaya, apalagi tidurnya pulas dan lama karena saat tidur tengkurap otomatis otot dada/otot pernafasan kita tidak dapat mengembangkan dada dengan baik danmaksimal, sehingga  aliran oksigen menjadi lebih sedikit dan bisa berakibat menjadi sesak nafas.
Demikian juga tidur pada sisi kiri badan (yaitu menghadap ke kiri) juga berbahaya, karena organ-organ bisa menghimpit jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan mengurangi pasokan darah ke otak.
Sedangkan tidur terlentang akan kurang baik jika bagian tubuh tidak ditopang dengan baik atau tidak menyentuh tempat tidur dengan ideal sehingga bisa menyebabkan nyeri punggung ketika bangun tidur.
Demikian semoga bermanfaat. eh .. jangan lupa baca juga Terbukti Mukjizat, Tidur Miring Nabi Bikin Jantung Dan Tubuh Sehat

HANTU DISINTEGRASI

Indonesia
Ancaman disintegrasi bagi Indonesia bagai hantu yang selalu bergentayangan. Benarkah ini grand strategy bangsa lain yang takut akan kebangkitan Nusantara seperti di zaman Majapahit. 
Indonesia saat ini adalah negara majemuk terbesar  di dunia yang masih utuh dan berdaulat. Di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri. Kedaulatan ini tak lepas dari Sumpah Pemuda, yang hingga saat ini masih menjadi faktor utama persatuan Indonesia. Sumpah ini adalah ikrar bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, Bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Ikrar seperti itu tak dimiliki oleh Uni Soviet sehingga negara superkuat ini tak memiliki bahasa persatuan. Hal serupa juga terjadi di salah satu negara Balkan yaitu Yugoslavia padahal kemerdekan negara ini dicapai melalui banjir darah dan air mata. Demikian hebatnya perjuangan rakyat Yugoslavia sehingga sanggup mengusir tentara Nazi Jerman pada  4 Juli 1941.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943, pemimpin perjuangan bersenjata Yugoslavia Josip Bros Tito membentuk “Anti Facist Council for the National Liberation of Yugoslavia”, yang kemudian dijadikan hari kemerdekaan Yugoslavia. Setelah itu, pada 1944 terbentuk 6 negara bagian Republik Sosialis Yugoslavia: Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina. 
Setelah Tito meninggal, pertentangan etnis mulai nampak, terutama pada akhir tahun 80’an ketika  terjadikrisis ekonomi. Beberapa negara bagian kemudian bahkan ingin merdeka. Krisis politik pun memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Krisis politik ini, setelah melewati beberapa perang saudara,  berakhir dengan bubarnya Yugoslavia pada 1992.
Perpecahan Yugoslavia inilah, yang disaat kejatuhan rezim Orde Baru, memunculkan skenario tentang balkanisasi Indonesia. Skenario ini adalah wujud  pesimisme bahwa Indonesia tak akan sanggup keluar dari kekacauan yang demikian hebat menjelang dan setelah runtuhnya rezim Orde Baru.  
Rand Corporation, salah satu think tank pemerintahan Bill Clinton,  pernah punya skenario bahwa Indonesia akan pecah menjadi 8 negara: Papua, Aceh, Timor Raya, Kalimantan Timur, Bali, Riau, Ambon dan sisanya masih bernama Indonesia.
Indikator Operasi Penggalangan Cerai Beraikan Indonesia
Skenario tersebut memang logis mengingat kondisi politik dan ekonomi kita yang sangat kacau akibat kriris ekonomi 1998. Indonesia saat itu berpotensi jadi negara gagal. Ini karena Indonesia juga sedang menghadapi separatis Aceh, dan Papua. Ditambah lagi dengan konflik SARA di sejumlah daerah seperti di Ambon, dan Kalimantan Tengah.  Konflik yang bersifat vertikal dan horizontal itulah yang memperkuat asumsi bahwa cara mudah menghancurkan Indonesia adalah dengan devide et impera alias pecah-belah dan jajah.
Beberapa kalangan Intelijen mengatakan, strategi tersebut didalangi oleh pihak asing melalui operasi penggalangan yang bertujuan menghancurkan Indonesia. Teori penggalangan adalah tahapan adu-domba, sebelum memasuki tahapan konsolidasi, dan diakhiri dengan eksploitasi. 
Dikupas dari teori penggalangan tersebut, beberapa daerah masih menunjukkan indikasi  skenario Balkanisasi. Di Aceh misalnya, seperatisme secara ideologi masih berlanjut. Di sana para tokoh GAM, yang kini mendominasi arena politik, selalu mengobarkan semangat Bangsa Aceh untuk mengingatkan bahwa mereka seungguhnya berada di bawah penjajahan Indonesia. Pengingatan ini sengaja terus dikobarkan agar ketidaksenangan pada suku Jawa, yang sudah sejak  zaman Belanda, tinggal di Aceh, selalu terpelihara.
Lantas bagaimana mengaitkan peranan asing dalam  tahap konsolidasi dalam sebuah operasi Intelijen. Sangat jelas bahwa perjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM tidak lepas dari peranan Jusuf Kalla dan dr. Farid. Kedua tokoh ini memiliki kawan akrab bernama Juha Cristensen, warga Swedia yang lama berdomisili di Makasar dan lancar berbahasa Indonesia.
Juha Cristensen inilah yang kemudian menghubungkan Pemerintah Indonesia dengan pimpinan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Swedia. Muara dari tahapan konsolidasi ini adalah penandatanganan MOU Helsinki pada 15Agustus 2005 silam.
Setelah tahapan konsolidasi, pihak asing kembali berperan pada tahap eksploitasi, yaitu dengan membuat kausal MOU Helsinki yang sangat merugikan Indonesia  dimana Aceh diberi status otonomi khusus; memiliki UU pemerintahan sendiri; memiliki wali Nanggroe, yang setara dengan raja semasa kejayaan Aceh Darussalam; dan  Aceh memiliki bendera dan lambang sendiri seperti di Yugoslavia sebelum pecah.
Kemudian bagaimana dengan Papua? Ternyata skenario pemisahannya hampir serupa dengan Aceh. Yaitu dimulai dengan menjadikan Papua sebagai daerah otonomi khusus. Posisi otonomi khusus ini terlebih dahulu diawali tahapan adu domba agar orang Papua selalu merasa dianak-tirikan karena bukan berasal dari rumpun melayu melainkan Austronesia.
Juga diciptakan kondisi ketidakamanan di wilayah Papua melalui rangkaian kejadian penembakan oleh OTK terhadap TNI, Polri maupun masyarakat biasa. Kejadian terakhir terjadi pada  8 Desember 2014 di Paniai. Situasi inilah yang akan dijadikan alasan intervensi asing, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya.
Kejadian Paniai ini sudah memicu permintaan PBB agar pemerintah Indonesia memfasilitasi tim investigasi independen untuk mengusut tragedi penembakan di Paniai adalah salah satu bentuk intervensi halus. Pasalnya, PBB tidak akan pernah steril dari kepentingan negara-negara besar, termasuk dari AS dan sekutunya. Masuknya Intervensi asing ini adalah merupakan tahapan eksploitasi, yang menciptakan sasaran antara yaitu Internasionalisasi masalah Papua dan berujung pada sasaran utama lain.
Selanjutnya bagaimana dengan wilayah lain yang pernah mengalami konflik horizontal dan rasa saling benci belum hilang sepenuhnya tapi mengendap di bawah permukaan. Dalam konteks ini pembantaian terhadap orang Madura oleh Dayak di Kalimantan Tengah, atau perang Kristen-Islam di Ambon adalah yang paling relevan.
Lantas bagiamana dengan Bali, yang mulai disergap oleh kebencian terhadap orang Jawa akibat dampak sejarah keruntuhan Majapahit. Atau ketidakpuasan orang Riau pada pemerintah pusat karena merasa diperlakukan tidak adil pembagian jatah rezeki minyak bumi.
Dengan kompleksnya permasalahan yang kita hadapi, wajar saja jika Balkanisasi Indonesia masih menjadi perhatian pihak Barat, dan menjadi ancaman terhadap keutuhan Indonesia.   Sejumlah pengamat asing pernah mengemukakan bahwa Balkanisasi Indonesia bisa terjadi karena semakin kuatnya dorongan sejumlah daerahseperti Aceh dan Papua untuk memisahkan diri.
Waspada Balkanisasi
Pada tahun 2016, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi dapat menjadi salah satu proyek politik luar negeri AS, terutama jika Hillary Clinton berhasil memenangkan pemilu presiden AS. Patut  dicatat, rekomendasi Balkanisasi Nusantara yang pernah dirilis oleh Rand Corporation adalah skenario yang diusulkan di masa pemerintahan Bill Clinton. Dengan gaya politik luar negeri yang hampir sama, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi akan diadopsi oleh Hillary Clinton.
Eskalasi ketegangan di Papua bisa mengawali skenario besar perpecahan Indonesia. Bukan tidak mungkin eskalasi di Papua akan semakin berdarah-darah sehingga membuka peluang bagi Barat untuk melakukan invervensi. Bila akhirnya Papua lepas, bukan tidak mungkin akan disusul Aceh, Ambon, Kalimantan bagian Timur, Timor Raya, Riau dan Bali.
Ancaman Asing
IndonesianReview.com -- Ancaman disintegrasi bagi Indonesia bagai hantu yang selalu bergentayangan. Benarkah ini grand strategy bangsa lain yang takut akan kebangkitan Nusantara seperti di zaman Majapahit. 
Indonesia saat ini adalah negara majemuk terbesar  di dunia yang masih utuh dan berdaulat. Di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri. Kedaulatan ini tak lepas dari Sumpah Pemuda, yang hingga saat ini masih menjadi faktor utama persatuan Indonesia. Sumpah ini adalah ikrar bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, Bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Ikrar seperti itu tak dimiliki oleh Uni Soviet sehingga negara superkuat ini tak memiliki bahasa persatuan. Hal serupa juga terjadi di salah satu negara Balkan yaitu Yugoslavia padahal kemerdekan negara ini dicapai melalui banjir darah dan air mata. Demikian hebatnya perjuangan rakyat Yugoslavia sehingga sanggup mengusir tentara Nazi Jerman pada  4 Juli 1941.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943, pemimpin perjuangan bersenjata Yugoslavia Josip Bros Tito membentuk “Anti Facist Council for the National Liberation of Yugoslavia”, yang kemudian dijadikan hari kemerdekaan Yugoslavia. Setelah itu, pada 1944 terbentuk 6 negara bagian Republik Sosialis Yugoslavia: Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina.
Setelah Tito meninggal, pertentangan etnis mulai nampak, terutama pada akhir tahun 80’an ketika  terjadikrisis ekonomi. Beberapa negara bagian kemudian bahkan ingin merdeka. Krisis politik pun memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Krisis politik ini, setelah melewati beberapa perang saudara,  berakhir dengan bubarnya Yugoslavia pada 1992.
Perpecahan Yugoslavia inilah, yang disaat kejatuhan rezim Orde Baru, memunculkan skenario tentang balkanisasi Indonesia. Skenario ini adalah wujud  pesimisme bahwa Indonesia tak akan sanggup keluar dari kekacauan yang demikian hebat menjelang dan setelah runtuhnya rezim Orde Baru.
Rand Corporation, salah satu think tank pemerintahan Bill Clinton,  pernah punya skenario bahwa Indonesia akan pecah menjadi 8 negara: Papua, Aceh, Timor Raya, Kalimantan Timur, Bali, Riau, Ambon dan sisanya masih bernama Indonesia.
Indikator Operasi Penggalangan Cerai Beraikan Indonesia
Skenario tersebut memang logis mengingat kondisi politik dan ekonomi kita yang sangat kacau akibat kriris ekonomi 1998. Indonesia saat itu berpotensi jadi negara gagal. Ini karena Indonesia juga sedang menghadapi separatis Aceh, dan Papua. Ditambah lagi dengan konflik SARA di sejumlah daerah seperti di Ambon, dan Kalimantan Tengah.  Konflik yang bersifat vertikal dan horizontal itulah yang memperkuat asumsi bahwa cara mudah menghancurkan Indonesia adalah dengan devide et impera alias pecah-belah dan jajah.
Beberapa kalangan Intelijen mengatakan, strategi tersebut didalangi oleh pihak asing melalui operasi penggalangan yang bertujuan menghancurkan Indonesia. Teori penggalangan adalah tahapan adu-domba, sebelum memasuki tahapan konsolidasi, dan diakhiri dengan eksploitasi.
Dikupas dari teori penggalangan tersebut, beberapa daerah masih menunjukkan indikasi  skenario Balkanisasi. Di Aceh misalnya, seperatisme secara ideologi masih berlanjut. Di sana para tokoh GAM, yang kini mendominasi arena politik, selalu mengobarkan semangat Bangsa Aceh untuk mengingatkan bahwa mereka seungguhnya berada di bawah penjajahan Indonesia. Pengingatan ini sengaja terus dikobarkan agar ketidaksenangan pada suku Jawa, yang sudah sejak  zaman Belanda, tinggal di Aceh, selalu terpelihara.
Lantas bagaimana mengaitkan peranan asing dalam  tahap konsolidasi dalam sebuah operasi Intelijen. Sangat jelas bahwa perjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM tidak lepas dari peranan Jusuf Kalla dan dr. Farid. Kedua tokoh ini memiliki kawan akrab bernama Juha Cristensen, warga Swedia yang lama berdomisili di Makasar dan lancar berbahasa Indonesia.
Juha Cristensen inilah yang kemudian menghubungkan Pemerintah Indonesia dengan pimpinan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Swedia. Muara dari tahapan konsolidasi ini adalah penandatanganan MOU Helsinki pada 15Agustus 2005 silam.
Setelah tahapan konsolidasi, pihak asing kembali berperan pada tahap eksploitasi, yaitu dengan membuat kausal MOU Helsinki yang sangat merugikan Indonesia  dimana Aceh diberi status otonomi khusus; memiliki UU pemerintahan sendiri; memiliki wali Nanggroe, yang setara dengan raja semasa kejayaan Aceh Darussalam; dan  Aceh memiliki bendera dan lambang sendiri seperti di Yugoslavia sebelum pecah.
Kemudian bagaimana dengan Papua? Ternyata skenario pemisahannya hampir serupa dengan Aceh. Yaitu dimulai dengan menjadikan Papua sebagai daerah otonomi khusus. Posisi otonomi khusus ini terlebih dahulu diawali tahapan adu domba agar orang Papua selalu merasa dianak-tirikan karena bukan berasal dari rumpun melayu melainkan Austronesia.
Juga diciptakan kondisi ketidakamanan di wilayah Papua melalui rangkaian kejadian penembakan oleh OTK terhadap TNI, Polri maupun masyarakat biasa. Kejadian terakhir terjadi pada  8 Desember 2014 di Paniai. Situasi inilah yang akan dijadikan alasan intervensi asing, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya.
Kejadian Paniai ini sudah memicu permintaan PBB agar pemerintah Indonesia memfasilitasi tim investigasi independen untuk mengusut tragedi penembakan di Paniai adalah salah satu bentuk intervensi halus. Pasalnya, PBB tidak akan pernah steril dari kepentingan negara-negara besar, termasuk dari AS dan sekutunya. Masuknya Intervensi asing ini adalah merupakan tahapan eksploitasi, yang menciptakan sasaran antara yaitu Internasionalisasi masalah Papua dan berujung pada sasaran utama lain.
Selanjutnya bagaimana dengan wilayah lain yang pernah mengalami konflik horizontal dan rasa saling benci belum hilang sepenuhnya tapi mengendap di bawah permukaan. Dalam konteks ini pembantaian terhadap orang Madura oleh Dayak di Kalimantan Tengah, atau perang Kristen-Islam di Ambon adalah yang paling relevan.
Lantas bagiamana dengan Bali, yang mulai disergap oleh kebencian terhadap orang Jawa akibat dampak sejarah keruntuhan Majapahit. Atau ketidakpuasan orang Riau pada pemerintah pusat karena merasa diperlakukan tidak adil pembagian jatah rezeki minyak bumi.
Dengan kompleksnya permasalahan yang kita hadapi, wajar saja jika Balkanisasi Indonesia masih menjadi perhatian pihak Barat, dan menjadi ancaman terhadap keutuhan Indonesia.   Sejumlah pengamat asing pernah mengemukakan bahwa Balkanisasi Indonesia bisa terjadi karena semakin kuatnya dorongan sejumlah daerahseperti Aceh dan Papua untuk memisahkan diri.
Waspada Balkanisasi
Pada tahun 2016, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi dapat menjadi salah satu proyek politik luar negeri AS, terutama jika Hillary Clinton berhasil memenangkan pemilu presiden AS. Patut  dicatat, rekomendasi Balkanisasi Nusantara yang pernah dirilis oleh Rand Corporation adalah skenario yang diusulkan di masa pemerintahan Bill Clinton. Dengan gaya politik luar negeri yang hampir sama, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi akan diadopsi oleh Hillary Clinton.
Eskalasi ketegangan di Papua bisa mengawali skenario besar perpecahan Indonesia. Bukan tidak mungkin eskalasi di Papua akan semakin berdarah-darah sehingga membuka peluang bagi Barat untuk melakukan invervensi. Bila akhirnya Papua lepas, bukan tidak mungkin akan disusul Aceh, Ambon, Kalimantan bagian Timur, Timor Raya, Riau dan Bali.
- See more at: http://indonesianreview.com/m-ahnas/cerai-beraikan-indonesia#sthash.NQpF3s6Y.dpuf
Ancaman Asing
IndonesianReview.com -- Ancaman disintegrasi bagi Indonesia bagai hantu yang selalu bergentayangan. Benarkah ini grand strategy bangsa lain yang takut akan kebangkitan Nusantara seperti di zaman Majapahit. 
Indonesia saat ini adalah negara majemuk terbesar  di dunia yang masih utuh dan berdaulat. Di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri. Kedaulatan ini tak lepas dari Sumpah Pemuda, yang hingga saat ini masih menjadi faktor utama persatuan Indonesia. Sumpah ini adalah ikrar bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, Bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Ikrar seperti itu tak dimiliki oleh Uni Soviet sehingga negara superkuat ini tak memiliki bahasa persatuan. Hal serupa juga terjadi di salah satu negara Balkan yaitu Yugoslavia padahal kemerdekan negara ini dicapai melalui banjir darah dan air mata. Demikian hebatnya perjuangan rakyat Yugoslavia sehingga sanggup mengusir tentara Nazi Jerman pada  4 Juli 1941.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943, pemimpin perjuangan bersenjata Yugoslavia Josip Bros Tito membentuk “Anti Facist Council for the National Liberation of Yugoslavia”, yang kemudian dijadikan hari kemerdekaan Yugoslavia. Setelah itu, pada 1944 terbentuk 6 negara bagian Republik Sosialis Yugoslavia: Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina.
Setelah Tito meninggal, pertentangan etnis mulai nampak, terutama pada akhir tahun 80’an ketika  terjadikrisis ekonomi. Beberapa negara bagian kemudian bahkan ingin merdeka. Krisis politik pun memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Krisis politik ini, setelah melewati beberapa perang saudara,  berakhir dengan bubarnya Yugoslavia pada 1992.
Perpecahan Yugoslavia inilah, yang disaat kejatuhan rezim Orde Baru, memunculkan skenario tentang balkanisasi Indonesia. Skenario ini adalah wujud  pesimisme bahwa Indonesia tak akan sanggup keluar dari kekacauan yang demikian hebat menjelang dan setelah runtuhnya rezim Orde Baru.
Rand Corporation, salah satu think tank pemerintahan Bill Clinton,  pernah punya skenario bahwa Indonesia akan pecah menjadi 8 negara: Papua, Aceh, Timor Raya, Kalimantan Timur, Bali, Riau, Ambon dan sisanya masih bernama Indonesia.
Indikator Operasi Penggalangan Cerai Beraikan Indonesia
Skenario tersebut memang logis mengingat kondisi politik dan ekonomi kita yang sangat kacau akibat kriris ekonomi 1998. Indonesia saat itu berpotensi jadi negara gagal. Ini karena Indonesia juga sedang menghadapi separatis Aceh, dan Papua. Ditambah lagi dengan konflik SARA di sejumlah daerah seperti di Ambon, dan Kalimantan Tengah.  Konflik yang bersifat vertikal dan horizontal itulah yang memperkuat asumsi bahwa cara mudah menghancurkan Indonesia adalah dengan devide et impera alias pecah-belah dan jajah.
Beberapa kalangan Intelijen mengatakan, strategi tersebut didalangi oleh pihak asing melalui operasi penggalangan yang bertujuan menghancurkan Indonesia. Teori penggalangan adalah tahapan adu-domba, sebelum memasuki tahapan konsolidasi, dan diakhiri dengan eksploitasi.
Dikupas dari teori penggalangan tersebut, beberapa daerah masih menunjukkan indikasi  skenario Balkanisasi. Di Aceh misalnya, seperatisme secara ideologi masih berlanjut. Di sana para tokoh GAM, yang kini mendominasi arena politik, selalu mengobarkan semangat Bangsa Aceh untuk mengingatkan bahwa mereka seungguhnya berada di bawah penjajahan Indonesia. Pengingatan ini sengaja terus dikobarkan agar ketidaksenangan pada suku Jawa, yang sudah sejak  zaman Belanda, tinggal di Aceh, selalu terpelihara.
Lantas bagaimana mengaitkan peranan asing dalam  tahap konsolidasi dalam sebuah operasi Intelijen. Sangat jelas bahwa perjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM tidak lepas dari peranan Jusuf Kalla dan dr. Farid. Kedua tokoh ini memiliki kawan akrab bernama Juha Cristensen, warga Swedia yang lama berdomisili di Makasar dan lancar berbahasa Indonesia.
Juha Cristensen inilah yang kemudian menghubungkan Pemerintah Indonesia dengan pimpinan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Swedia. Muara dari tahapan konsolidasi ini adalah penandatanganan MOU Helsinki pada 15Agustus 2005 silam.
Setelah tahapan konsolidasi, pihak asing kembali berperan pada tahap eksploitasi, yaitu dengan membuat kausal MOU Helsinki yang sangat merugikan Indonesia  dimana Aceh diberi status otonomi khusus; memiliki UU pemerintahan sendiri; memiliki wali Nanggroe, yang setara dengan raja semasa kejayaan Aceh Darussalam; dan  Aceh memiliki bendera dan lambang sendiri seperti di Yugoslavia sebelum pecah.
Kemudian bagaimana dengan Papua? Ternyata skenario pemisahannya hampir serupa dengan Aceh. Yaitu dimulai dengan menjadikan Papua sebagai daerah otonomi khusus. Posisi otonomi khusus ini terlebih dahulu diawali tahapan adu domba agar orang Papua selalu merasa dianak-tirikan karena bukan berasal dari rumpun melayu melainkan Austronesia.
Juga diciptakan kondisi ketidakamanan di wilayah Papua melalui rangkaian kejadian penembakan oleh OTK terhadap TNI, Polri maupun masyarakat biasa. Kejadian terakhir terjadi pada  8 Desember 2014 di Paniai. Situasi inilah yang akan dijadikan alasan intervensi asing, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya.
Kejadian Paniai ini sudah memicu permintaan PBB agar pemerintah Indonesia memfasilitasi tim investigasi independen untuk mengusut tragedi penembakan di Paniai adalah salah satu bentuk intervensi halus. Pasalnya, PBB tidak akan pernah steril dari kepentingan negara-negara besar, termasuk dari AS dan sekutunya. Masuknya Intervensi asing ini adalah merupakan tahapan eksploitasi, yang menciptakan sasaran antara yaitu Internasionalisasi masalah Papua dan berujung pada sasaran utama lain.
Selanjutnya bagaimana dengan wilayah lain yang pernah mengalami konflik horizontal dan rasa saling benci belum hilang sepenuhnya tapi mengendap di bawah permukaan. Dalam konteks ini pembantaian terhadap orang Madura oleh Dayak di Kalimantan Tengah, atau perang Kristen-Islam di Ambon adalah yang paling relevan.
Lantas bagiamana dengan Bali, yang mulai disergap oleh kebencian terhadap orang Jawa akibat dampak sejarah keruntuhan Majapahit. Atau ketidakpuasan orang Riau pada pemerintah pusat karena merasa diperlakukan tidak adil pembagian jatah rezeki minyak bumi.
Dengan kompleksnya permasalahan yang kita hadapi, wajar saja jika Balkanisasi Indonesia masih menjadi perhatian pihak Barat, dan menjadi ancaman terhadap keutuhan Indonesia.   Sejumlah pengamat asing pernah mengemukakan bahwa Balkanisasi Indonesia bisa terjadi karena semakin kuatnya dorongan sejumlah daerahseperti Aceh dan Papua untuk memisahkan diri.
Waspada Balkanisasi
Pada tahun 2016, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi dapat menjadi salah satu proyek politik luar negeri AS, terutama jika Hillary Clinton berhasil memenangkan pemilu presiden AS. Patut  dicatat, rekomendasi Balkanisasi Nusantara yang pernah dirilis oleh Rand Corporation adalah skenario yang diusulkan di masa pemerintahan Bill Clinton. Dengan gaya politik luar negeri yang hampir sama, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi akan diadopsi oleh Hillary Clinton.
Eskalasi ketegangan di Papua bisa mengawali skenario besar perpecahan Indonesia. Bukan tidak mungkin eskalasi di Papua akan semakin berdarah-darah sehingga membuka peluang bagi Barat untuk melakukan invervensi. Bila akhirnya Papua lepas, bukan tidak mungkin akan disusul Aceh, Ambon, Kalimantan bagian Timur, Timor Raya, Riau dan Bali.
- See more at: http://indonesianreview.com/m-ahnas/cerai-beraikan-indonesia#sthash.NQpF3s6Y.dpuf
Ancaman Asing
IndonesianReview.com -- Ancaman disintegrasi bagi Indonesia bagai hantu yang selalu bergentayangan. Benarkah ini grand strategy bangsa lain yang takut akan kebangkitan Nusantara seperti di zaman Majapahit. 
Indonesia saat ini adalah negara majemuk terbesar  di dunia yang masih utuh dan berdaulat. Di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri. Kedaulatan ini tak lepas dari Sumpah Pemuda, yang hingga saat ini masih menjadi faktor utama persatuan Indonesia. Sumpah ini adalah ikrar bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, Bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Ikrar seperti itu tak dimiliki oleh Uni Soviet sehingga negara superkuat ini tak memiliki bahasa persatuan. Hal serupa juga terjadi di salah satu negara Balkan yaitu Yugoslavia padahal kemerdekan negara ini dicapai melalui banjir darah dan air mata. Demikian hebatnya perjuangan rakyat Yugoslavia sehingga sanggup mengusir tentara Nazi Jerman pada  4 Juli 1941.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943, pemimpin perjuangan bersenjata Yugoslavia Josip Bros Tito membentuk “Anti Facist Council for the National Liberation of Yugoslavia”, yang kemudian dijadikan hari kemerdekaan Yugoslavia. Setelah itu, pada 1944 terbentuk 6 negara bagian Republik Sosialis Yugoslavia: Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina.
Setelah Tito meninggal, pertentangan etnis mulai nampak, terutama pada akhir tahun 80’an ketika  terjadikrisis ekonomi. Beberapa negara bagian kemudian bahkan ingin merdeka. Krisis politik pun memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Krisis politik ini, setelah melewati beberapa perang saudara,  berakhir dengan bubarnya Yugoslavia pada 1992.
Perpecahan Yugoslavia inilah, yang disaat kejatuhan rezim Orde Baru, memunculkan skenario tentang balkanisasi Indonesia. Skenario ini adalah wujud  pesimisme bahwa Indonesia tak akan sanggup keluar dari kekacauan yang demikian hebat menjelang dan setelah runtuhnya rezim Orde Baru.
Rand Corporation, salah satu think tank pemerintahan Bill Clinton,  pernah punya skenario bahwa Indonesia akan pecah menjadi 8 negara: Papua, Aceh, Timor Raya, Kalimantan Timur, Bali, Riau, Ambon dan sisanya masih bernama Indonesia.
Indikator Operasi Penggalangan Cerai Beraikan Indonesia
Skenario tersebut memang logis mengingat kondisi politik dan ekonomi kita yang sangat kacau akibat kriris ekonomi 1998. Indonesia saat itu berpotensi jadi negara gagal. Ini karena Indonesia juga sedang menghadapi separatis Aceh, dan Papua. Ditambah lagi dengan konflik SARA di sejumlah daerah seperti di Ambon, dan Kalimantan Tengah.  Konflik yang bersifat vertikal dan horizontal itulah yang memperkuat asumsi bahwa cara mudah menghancurkan Indonesia adalah dengan devide et impera alias pecah-belah dan jajah.
Beberapa kalangan Intelijen mengatakan, strategi tersebut didalangi oleh pihak asing melalui operasi penggalangan yang bertujuan menghancurkan Indonesia. Teori penggalangan adalah tahapan adu-domba, sebelum memasuki tahapan konsolidasi, dan diakhiri dengan eksploitasi.
Dikupas dari teori penggalangan tersebut, beberapa daerah masih menunjukkan indikasi  skenario Balkanisasi. Di Aceh misalnya, seperatisme secara ideologi masih berlanjut. Di sana para tokoh GAM, yang kini mendominasi arena politik, selalu mengobarkan semangat Bangsa Aceh untuk mengingatkan bahwa mereka seungguhnya berada di bawah penjajahan Indonesia. Pengingatan ini sengaja terus dikobarkan agar ketidaksenangan pada suku Jawa, yang sudah sejak  zaman Belanda, tinggal di Aceh, selalu terpelihara.
Lantas bagaimana mengaitkan peranan asing dalam  tahap konsolidasi dalam sebuah operasi Intelijen. Sangat jelas bahwa perjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM tidak lepas dari peranan Jusuf Kalla dan dr. Farid. Kedua tokoh ini memiliki kawan akrab bernama Juha Cristensen, warga Swedia yang lama berdomisili di Makasar dan lancar berbahasa Indonesia.
Juha Cristensen inilah yang kemudian menghubungkan Pemerintah Indonesia dengan pimpinan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Swedia. Muara dari tahapan konsolidasi ini adalah penandatanganan MOU Helsinki pada 15Agustus 2005 silam.
Setelah tahapan konsolidasi, pihak asing kembali berperan pada tahap eksploitasi, yaitu dengan membuat kausal MOU Helsinki yang sangat merugikan Indonesia  dimana Aceh diberi status otonomi khusus; memiliki UU pemerintahan sendiri; memiliki wali Nanggroe, yang setara dengan raja semasa kejayaan Aceh Darussalam; dan  Aceh memiliki bendera dan lambang sendiri seperti di Yugoslavia sebelum pecah.
Kemudian bagaimana dengan Papua? Ternyata skenario pemisahannya hampir serupa dengan Aceh. Yaitu dimulai dengan menjadikan Papua sebagai daerah otonomi khusus. Posisi otonomi khusus ini terlebih dahulu diawali tahapan adu domba agar orang Papua selalu merasa dianak-tirikan karena bukan berasal dari rumpun melayu melainkan Austronesia.
Juga diciptakan kondisi ketidakamanan di wilayah Papua melalui rangkaian kejadian penembakan oleh OTK terhadap TNI, Polri maupun masyarakat biasa. Kejadian terakhir terjadi pada  8 Desember 2014 di Paniai. Situasi inilah yang akan dijadikan alasan intervensi asing, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya.
Kejadian Paniai ini sudah memicu permintaan PBB agar pemerintah Indonesia memfasilitasi tim investigasi independen untuk mengusut tragedi penembakan di Paniai adalah salah satu bentuk intervensi halus. Pasalnya, PBB tidak akan pernah steril dari kepentingan negara-negara besar, termasuk dari AS dan sekutunya. Masuknya Intervensi asing ini adalah merupakan tahapan eksploitasi, yang menciptakan sasaran antara yaitu Internasionalisasi masalah Papua dan berujung pada sasaran utama lain.
Selanjutnya bagaimana dengan wilayah lain yang pernah mengalami konflik horizontal dan rasa saling benci belum hilang sepenuhnya tapi mengendap di bawah permukaan. Dalam konteks ini pembantaian terhadap orang Madura oleh Dayak di Kalimantan Tengah, atau perang Kristen-Islam di Ambon adalah yang paling relevan.
Lantas bagiamana dengan Bali, yang mulai disergap oleh kebencian terhadap orang Jawa akibat dampak sejarah keruntuhan Majapahit. Atau ketidakpuasan orang Riau pada pemerintah pusat karena merasa diperlakukan tidak adil pembagian jatah rezeki minyak bumi.
Dengan kompleksnya permasalahan yang kita hadapi, wajar saja jika Balkanisasi Indonesia masih menjadi perhatian pihak Barat, dan menjadi ancaman terhadap keutuhan Indonesia.   Sejumlah pengamat asing pernah mengemukakan bahwa Balkanisasi Indonesia bisa terjadi karena semakin kuatnya dorongan sejumlah daerahseperti Aceh dan Papua untuk memisahkan diri.
Waspada Balkanisasi
Pada tahun 2016, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi dapat menjadi salah satu proyek politik luar negeri AS, terutama jika Hillary Clinton berhasil memenangkan pemilu presiden AS. Patut  dicatat, rekomendasi Balkanisasi Nusantara yang pernah dirilis oleh Rand Corporation adalah skenario yang diusulkan di masa pemerintahan Bill Clinton. Dengan gaya politik luar negeri yang hampir sama, bukan tidak mungkin skenario Balkanisasi akan diadopsi oleh Hillary Clinton.
Eskalasi ketegangan di Papua bisa mengawali skenario besar perpecahan Indonesia. Bukan tidak mungkin eskalasi di Papua akan semakin berdarah-darah sehingga membuka peluang bagi Barat untuk melakukan invervensi. Bila akhirnya Papua lepas, bukan tidak mungkin akan disusul Aceh, Ambon, Kalimantan bagian Timur, Timor Raya, Riau dan Bali.
- See more at: http://indonesianreview.com/m-ahnas/cerai-beraikan-indonesia#sthash.NQpF3s6Y.dpuf