![]() |
Dr. Yusuf Qardhawi |
Saat itu Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi masih
duduk sebagai mahasiswa di Fakultas Ushuluddin. Beliau diundang ke
sebuah desa untuk menyampaikan ceramah Ramadhan. Kebetulan malam itu
adalah malam ke-27 Ramadhan, sebuah malam yang saat menjelang paginya
terjadi Perang Badar. Maka, Yusuf Qardhawi pun menyampaikan ceramah
dengan tema Perang Badar.
Jamaah masjid desa itu sangat antusias
karena selama ini mereka tidak mendapatkan materi-materi seperti itu.
Mereka memperoleh sesuatu yang baru, yang selama ini tertutupi bagi
mereka. Namun, ternyata ada satu orang yang tidak suka dengan tema
ceramah itu. Dan orang itu adalah Syaikh di desa itu; imam masjid tempat
Yusuf Qardhawi berceramah.
Selama ini, Syaikh tersebut menyampaikan
ceramah di bulan Ramadhan dengan pembahasan thaharah saja; utamanya
wudhu. Di satu hari ia membahas adab beristinja’. Di hari berikutnya
fardhu wudhu. Di hari yang lain sunnah wudhu, mustahabnya, yang
membatalkannya, yang harus dihindari, air yang boleh digunakan untuk
bersuci, yang tidak boleh digunakan, dan sebagainya. Maka, habislah
ramadhan di desa itu untuk membahas masalah-masalah demikian.
Setelah ceramah selesai, Syaikh tersebut
menemui Yusuf Qardhawi dan menyampaikan keberatannya: “Ustadz!
Pembicaraanmu sangat mengagumkan, tetapi akan lebih bermanfaat jika
mereka pada malam ini diajarkan tentang urusan agama mereka”
Yusuf Qardhawi balik bertanya, “Apakah
sirah Rasulullah dan peperangan beliau bukanlah merupakan urusan agama
mereka? Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Kami menceritakan anak-anak kami
tentang peperangan Rasulullah sebagaimana kami mengajarkan mereka surat
Al-Qur’an!”
Ia berkata, “Maksud kami, mereka belajar
bagaimana tata cara wudhu dan mandi, mereka juga mengetahui beberapa
syarat, kewajiban, dan sunnahnya, dan sebagainya, di mana shalat tidak
akan sah tanpa mengetahui hal tersebut.”
Yusuf Qardhawi kembali bertanya, “Wahai
Tuan Syaikh! Tuan hafal Al-Qur’an. Adakah Tuan dapat menjawab pertanyaan
kami: dalam berapa ayat Allah menyebutkan urusan wudhu, mandi, dan
lainnya seputar urusan bersuci?” Syaikh tersebut diam. Lalu Yusuf
Qardhawi melanjutkan, “Sesungguhnya hanya satu ayat yang semua berkumpul
di situ. Allah berfirman,
‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai pada siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai pada kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Ia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.’ (QS. Al-Maidah : 6)
‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai pada siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai pada kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Ia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.’ (QS. Al-Maidah : 6)
Lalu Yusuf Qardhawi bertanya lagi, “Dan dalam berapa surat Allah menyebutkan urusan jihad dan berperang di jalan Allah?”
Syaikh tadi diam, lalu dijawab sendiri
oleh Yusuf Qardhawi, “Sesungguhnya kita mempunyai kumpulan-kumpulan
surat Al-Qur’an yang diwahyukan beberapa nama dan lingkup temanya –yaitu
jihad- diantaranya adalah: Al-Anfal, At-Taubah, Al-Ahzab, Al-Qital,
Al-Fath, Ash-Shaf, Al-Hasyr, Al-Hadid, Al-‘Adiyat, dan An-Nashr. Dan ini
bukan termasuk surat yang sangat banyak yang telah kami sampaikan
beberapa ayatnya tentang peperangan seperti surat Al-Baqarah, Ali Imran,
An-Nisa, dan sebagainya. Bagaimana kita membiarkan sesuatu yang menjadi
perhatian Al-Qur’an dalam beberapa surat ini dan beberapa ayat yang
sangat banyak. Sedangkan, kita hidup sebulan atau lebih hanya berputar
dengan satu ayat.”
***
***
Apa yang terjadi di Mesir yang dijumpai
Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi di atas juga masih terjadi di lingkungan kita.
Betapa banyaknya kajian, tulisan, dan sebagainya yang
mengkonsentrasikan pada masalah fiqih. Bukan semua pembahasan tentang
fiqih, tetapi hanya sebagian (biasanya juga tentang thaharah) dan
diulang-ulang. Sementara dianggap aneh jika ada pengajian yang
menjelaskan tentang sirah nabawiyah dan jihad-jihad yang dilakukan
Rasulullah.
Seorang kawan pernah menyampaikan
protesnya karena di masyarakatnya pengajian hanya berkutat soal
thaharah. Awalnya kajian dimulai, dan mengikuti banyak sistematika kitab
fiqih, tema pertamanya adalah thaharah. Sekian lama kajian itu
berlangsung, tetapi tidak juga beranjak ke pembahasan yang lain. Dan
hasilnya, dalam rentang waktu bertahun-tahun, masyarakat tidak memahami
Islam kecuali pada masalah thaharah saja. Kawan tadi juga mempertanyakan
efektifitas dakwah seperti itu yang tidak pernah berbuah takwin as-syakhsiyah islamiyah; pembentukan pribadi muslim.
Al-Qur’an sebenarnya sudah menunjukkan
manhaj dakwah kepada kita. Ia diturunkan selama 13-an tahun di Makkah,
berbicara tentang Aqidah. Maka, inilah hal pertama yang harus menjadi
konsentrasi dalam pembinaan umat, khususnya oleh gerakan Islam.
Selain melihat bagaimana sistematika
wahyu, hal lain yang harus diambil dari manhaj Al-Qur’an adalah
bagaimana perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tertentu. Proporsi
pembahasan Al-Qur’an seharusnya juga menjadi proporsi kita dalam
berdakwah. Kadar perhatian Al-Qur’an yang besar terhadap suatu hal harus
menjadikan kita juga memiliki perhatian besar terhadap hal tersebut.
Menutup renungan ini, sudahkan kita
mengawali penerapan manhaj Al-Qur’an dalam mendidik anak-anak kita?
Pertanyaan yang lebih praktis menyusul kisah nyata Syaikh Dr. Yusuf
Qardhawi di atas: Sudahkah kita menceritakan sejarah nabi dan jihad
beliau kepada anak-anak kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar