Majelis
Ulama Indonesia (MUI) menilai, krisis kepemimpinan Islam yang dirasakan
Indonesia disebabkan pemimpin dan tokoh nasional yang ada tidak mampu
berdiri sendiri dan menggantungkan banyak hal kepada asing.
Seharusnya,
pemimpin harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan percaya diri
untuk memimpin karena kemampuan sendiri. Wakil Sekjen MUI, Tengku
Zulkarnain menjelaskan, Indonesia memerlukan pemimpin yang menjadi
figur tegaknya agama di negeri ini. Namun, yang terjadi saat ini adalah
pemimpin mengesampingkan agama.
"Kalau
kita lihat begini. Dulu Bung Karno, beliau bisa mengajak rakyat melawan
kapitalisme dan budaya Barat. Melarang atribut sinterklas tahun 1957,
melarang Cina untuk berjualan ke desa, dan membuat (masjid) Istiqlal,"
ujar Tengku di Jakarta, Ahad (21/12).
Dia
melanjutkan, Soeharto juga termasuk pemimpin yang tegas dan menjaga
kerukukan antaragama. "Pak Harto melarang dakwah pada orang yang beda
agama agar tidak terjadi konflik. Keluarkan SKB (surat keputusan
bersama) tiga menteri. Pemimpin sekarang hampir-hampir tidak ada.
Padahal pemimpinnya orang Islam," katanya.
Agar
krisis kepemimpinan Islam di Indonesia dapat teratasi, saran dia,
diperlukan peran partai politik dalam menghasilkan kader muda yang
istiqomah dengan agama dan mampu mandiri. Tengku meminta agar tokoh
nasional yang sudah senior untuk memunculkan kader muda yang potensial
dan jangan mengasnggap kader muda sebagi saingan.
"Saya
yakin kalau ulama berhasil mengkader anak-anak mudanya menjadi ulama
jempolan. Kenapa parpol tidak bisa juga," katanya.(LO/sp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar