Ringkasan pertanyaan: "Saya pernah berpacaran
kemudian saya melakukan perzinahan, namun setelah itu saya bertaubat
kepada Allah Ta'ala, mengerjakan shalat, memakai busana muslimah, dan
mulai mempelajari ilmu-ilmu syar'i, menghafal Al-Qur`an
,
dan melakukan kebaikan-kebakan.., apakah bila saya hendak menikah saya
harus memberi tahu calan saya mengenai kesalahan saya? Ataukah saya
harus menahan diri saya untuk tidak menikah sampai selamanya?"
Ringkasan jawaban: "Orang yang pernah melakukan perzinahan kemudian dia bertaubat kepada Allah Ta'ala maka hendaklah dia menutup aibnya. Tidak boleh dia mencabik-cabik "tirai" Rabb-nya yang telah menutupi dirinya. Dan tidak ada keharusan dia memberitahukan hal itu kepada calon suaminya. Sebagaimana hal tsb didasarkan kepada hadits Ma'iz: "Seandainya kamu menutupi kesalahanmu dengan bajumu niscaya hal itu lebih baik". Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Bahwa dianjurkan bagi orang yang melakukan kesalahan seperti halnya Ma'iz agar bertaubat kepada Allah dan menutupi aib dirinya serta tidak menceritakan hal itu kepada seorang pun sebagaimana Abu Bakar dan Umar mengisyaratkan hal itu kepada Ma'iz. Dan bahwa orang yang mengetahui aib itu hendaknya menutupinya dan tidak menjatuhkannya serta mengadukannya kepada penguasa."
Kemudian apakah boleh dia melakukan operasi keperawanan? Tentang hal itu ada dua pendapat dikalangan ahlul ftawa antara yang membolehkan dan yang melarangnya. Dan tidak diragukan bahwa kasus operasi keperawanan merupakan masalah kontemporer dan hal baru yang tidak pernah dibahas fiqh lama. Orang yang membolehkan melihat kepada kemashlhatan menutup aib dan membantu yang bertaubat untuk memulai kehidupan baru yang suci dan utama. Sedang yang melarang memandang kepada mafsadat penipuan dan penyamaran, serta dampak yang lebih buruk ketika suaminya mengetahui hal tsb." Wallaahu A'lam.
Ringkasan jawaban: "Orang yang pernah melakukan perzinahan kemudian dia bertaubat kepada Allah Ta'ala maka hendaklah dia menutup aibnya. Tidak boleh dia mencabik-cabik "tirai" Rabb-nya yang telah menutupi dirinya. Dan tidak ada keharusan dia memberitahukan hal itu kepada calon suaminya. Sebagaimana hal tsb didasarkan kepada hadits Ma'iz: "Seandainya kamu menutupi kesalahanmu dengan bajumu niscaya hal itu lebih baik". Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Bahwa dianjurkan bagi orang yang melakukan kesalahan seperti halnya Ma'iz agar bertaubat kepada Allah dan menutupi aib dirinya serta tidak menceritakan hal itu kepada seorang pun sebagaimana Abu Bakar dan Umar mengisyaratkan hal itu kepada Ma'iz. Dan bahwa orang yang mengetahui aib itu hendaknya menutupinya dan tidak menjatuhkannya serta mengadukannya kepada penguasa."
Kemudian apakah boleh dia melakukan operasi keperawanan? Tentang hal itu ada dua pendapat dikalangan ahlul ftawa antara yang membolehkan dan yang melarangnya. Dan tidak diragukan bahwa kasus operasi keperawanan merupakan masalah kontemporer dan hal baru yang tidak pernah dibahas fiqh lama. Orang yang membolehkan melihat kepada kemashlhatan menutup aib dan membantu yang bertaubat untuk memulai kehidupan baru yang suci dan utama. Sedang yang melarang memandang kepada mafsadat penipuan dan penyamaran, serta dampak yang lebih buruk ketika suaminya mengetahui hal tsb." Wallaahu A'lam.
mantapks
BalasHapus