Salah seorang puteri presiden kedua, yang sedang
berlatih menjadi politisi, mengkritik atas “curhatan” ibu menteri, ibu
dewan ini menyatakan menjadi menteri tidak boleh sepotong-sepotong,
harus tuntas. Kebijakannya pun masih belum memuaskan banyak pihak. Ini
memang tugas beliau untuk mengkritisi dan mengawasi kementerian yang
bersangkutan. Sah-sah saja pernyataan demikian keluar dari beliau.
Perlu mendengarkan dengan lebih jernih mengapa ada
pernyataan capek, lelah, dan jangan lupa ada tambahannya yaitu banyak
ditekan dan dibuat-buat berkaitan dengan kebijakannya. Pernyataan dan
curhatan yang menarik sebenarnya, bukan langsung direspons secara
politis sebagai jangan cengeng atau jangan mengeluh, namun jauh lebih
dalam dan menyeluruh betapa buruknya birokrasi dan tata kelola negara
ini.
Era yang lalu, menteri bisa sampai berkali-kali,
ada yang sampai empat hingga lima kali, tanpa mengeluh lelah. Zaman
memang berbeda karena waktu itu, presiden dan kabinet memutuskan semua
selesai, tidak akan ada persoalan apalagi penolakan. Kabinet yang baru
usai, dua kali saja tidak ada yang mengeluh apalagi minta mundur, sudah
ditersangkakan KPK saja masih bertahan dengan berbagai dalih.
Menarik belum genap setahun mengeluh lelah. Lelah
tanda bahwa orang memang bekerja keras, bagi yang tidak kerja wajar saja
tidak mengeluh karena memang tidak mengeluarkan energi baik pikiran
ataupun tenaga untuk berkarya wajar kalau tidak merasa capek dan lelah.
Berpindah kementerian satu ke yang lain dengan bangga dan senyam-senyum
padahal jelas-jelas tidak punya bekal dan kemampuan, namun sama sekali
bukan keluhan. Luar biasa kan?
Mengapa bisa ada keluhan? Karena anehnya negeri
ini. Program yang jelas-jelas baik saja masih bisa digorang-goreng
sehingga menjadi persoalan. Jelas-jelas kasus hukum saja masih bisa
dipersoalkan dan dicari-carikan pembenarannya. Wajar kalau orang yang
benar-benar bekerja merasa capek, berbeda dengan orang yang hanya
sekedar menjabat tanpa membuat terobosan yang berdaya guna.
Persoalan capek fisik jelas bukan, jauh lebih
menarik ialah lelah psikis dan psikologis, terobosan demi terobosan
memperoleh kritikan dan bukan dukungan. Seolah-olah bekerja sendirian,
dan yang dibela malah merasa dirugikan. Kekacauan demi kekacauan memang
telah membuat mana kebenaran dan mana yang salah sumir dan ketika hendak
dibenarkan banyak kepentingan yang terganggu merasa terusik dan
kemudian membuat tekanan dengan menggunakan segala cara.
Birokrasi yang harusnya berjalan kalau bahasa
presiden roda mesin itu bisa bergulir dengan lancar, justru malah ngadat
yang membutuhkan dorongan yang luar biasa keras. Belum lagi ganjalan
demi ganjalan, ada yang mencoba mengempiskan ban, dompleng sana dompleng
sini, sehingga beban makin berat dan itu sangat merugikan jalannya
birokrasi. Belum lagi memang roda mesin itu bukan komponen yang pas,
tidak heran akan memberatkan pimpinan birokrasi itu.
Sekian lama semua tahu, namun diam saja dan merasa
seolah-olah tidak ada persoalan, padahal masalah itu sudah ada di tengah
mesin yang cuma mengeluarkan raungan keras namun tidak beranjak.
Ungkapan, curhatan penting dari seorang menteri yang jujur dan memang
bekerja keras. Perlu mendengarkannya dengan hati bukan telinga politik
demi perbaikan negeri yang makin hari makin banyak masalah.
Salam Damai….
http://birokrasi.kompasiana.com/2015/02/13/lelahnya-menteri-susi-dan-buruknya-birokrasi-723075.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar