![]() |
Aba Zulfa Moh.Harto Moomin |
Oleh : Aba Zulfa MH. Mukmin
Sebenarnya saya sudah tak ingin
membuka lagi catatan hitam masa lalu saya sendiri, tapi ini lah dari sekian
banyak cara, salah satunya saya melakukan ini agar selalu berhati hati, dan
senantiasa waktu selalu tidak lewat tanpa kesyukuran atas nikmat hidayah ini
Kita mulai ya ……
Pandangan 'Unik' dari kebanyakan
orang yang pernah lama hidup dialam bebas, hukum rimbalah yang jadi rujukan,
perilaku kotor kadang jadi kebanggaan tersendiri dan sikap jumawa yang kadang
tak jarang jatuh pada sikap merendahkan para penebar kebaikan.
Itulah yang terjadi pada diri saya
sebelum mengenal tarbiyah. Pertama kali diajak 'ngaji' oleh kawan akrab PNS
lulusan STPDN, awalnya terbesit rasa meremehkan karena kelihatannya tidak
memiliki latar belakang pesantrenan. Namun setelah menjalani pertemuan yang
mulanya karena rasa gak enak akhirnya ikut juga, walaupun lama mulai kecanduan
dan antusias dengan yang namanya 'liqo'.
Buah dari liqo ini munculah 'ghirah'
yang secara bahasa artinya 'cemburu' dan dalam istilah yakni 'gairah atau sikap
semangat dalam mengaktualisasikan keislaman melebihi yang lain dalam rangka
berfastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan'.
Yang tadinya malas ke masjid, shubuh
kesiangan, lalai dan tidak tepat waktu, malas tilawah quran setelah tersentuh
tarbiyah semuanya berubah.
Saking semangatnya mengikuti liqo
tak puas hanya seminggu sekali sayapun mencari majelis majelis yang lain.
Disinilah pengalaman saya bersinggungan dengan gerakan yang kemudian hari saya
kenal dengan jamaah tabliq yang bertujuan mengajak orang lain untuk sholat
dimesjid kemudian dibina, hanya saja setelah beberapa kali mengikuti saya
merasakan ada 'corak pemikiran' yang beda antara model liqo saya yang pertama
dengan liqo saya yang kedua(ta’lim JT).
Liqo pertama (Tarbiyah -red)
membahas permasalahan umat islam pada aspek individu dalam hal aqidah, ubudiyah.
Dalam tiap pertemuan pun senantiasa dievaluasi bacaan dan hafalan qurannya juga
ibadah yang lain. Sedang liqo yang kedua (JT) membahas permasalahan umat pada
aspek ubudiyah, dengan metode khuruj minimal tiga hari.
Usut punya usut setelah saya
berkonsultasi kepada pemateri liqo pertama bahwa liqo yang saya ikuti diluar
liqonya adalah halaqah JT sedang liqo yang saya ikuti dengannya adalah liqo
tarbiyah. Sayapun tertarik mendalami kedua model gerakan islam ini dari
buku-buku yang menjadi referensi keduanya hingga sayapun hafal tokoh-tokoh dan
buku-buku dari kedua pergerakan tersebut.seperti tarbiyah ada Syeh Hasan
Al-Banna , di JT ada syech Ilyas Alkandahlawi.
Hingga pada akhirnya saya memutuskan
untuk memilih tarbiyah yang saya rasa lebih mudah diterima secara konsep amal
dan pemikiran walopun perkembangan JT selalu saya ikuti dari waktu kewaktu saat
itu.
Setelah lama hampir setahun Tarbiyah
sayapun mulai memahami bahwa tarbiyah adalah tarqiyah wa tanmiyah, artinya
peningkatan dan pertumbuhan dalam memahami dan mengamalkan islam.walaupun wktu
itu saya masih juga dengan kebiasaan buruk saya.
Kita mengenal karaker utama Dragon
Ball yakni Son Goku, setiap menghadapi musuh baru yang lebih kuat yang tak bisa
dia lawan dengan kekuatan super saiya yang ada akan selalu ada cara dia
mendapatkan kekuatan super saiya yang baru.
Seperti itulah tarbiyah, memiliki
masa dan tingkatannya sendiri dalam menjawab tantangan yang sesuai dengan
kadarnya.
Saat pertama tersentuh tarbiyah maka
tantangannya adalah kepribadian dan mentalitas diri, progres pertumbuhan tidak
akan bertambah sampai rintangan yang ada terlewati. Demikian seterusnya.
Begitulah yang saya alami dalam
tarbiyah, saat awal dibina paradigma tarbiyah saya dibentuk untuk meningkatkan
muwashofat kader tarbiyah agar bertambah maqam taqwimnya sehingga terukur
tarqiyah wa tanmiyahnya.
Namun saat memasuki kehidupan yang harus
serba islami yang dibentuk lewat tarbiyah dimana qualifikasi syakhsiyah kader
tidak berpatokan pada muwashofat melainkan pada kepatuhan dan penugasan itulah
saat dimana saya mengalami 'tsunami, semuanya hancur ada kurang lebih setahun
saya meninggalkan tarbiyah, disinilah saya merasakan ketersiksaan yang amat
sangat, saya hampir kehilangan segala galanya mulai dari ibadah, usaha, dan
rumah tanggapun ikut diterjang badai musibah..
Yang tersisa saat itu adalah
kesabaran, ketsabatan dan rasa cinta akan tarbiyah. Dalam saat genting itu saya
bukan memperkuat ibadah tapi mencari halaqah untuk menambatkan hati yang sudah
gersang, pintu menuju puncak keputu asaan pun sudah terbuka lebar.
Singkat
kisah saya sudah mulai liqa’ lagi, syukurlah tsunami itupun berlalu, angin
ghirah yang dulu pernah saya rasakan kini berhembus lagi.Sedikit banyaknya
sayapun mengerti, tarbiyah tak melulu materi-materi dalam liqo. Ujian
kesabaran, ujian ukhuwah, ujian ketsabatan adalah madrasah tarbiyah yang tak
kalah penting dari liqo.Dan diujung kesimpulan saya tentang hidup ini adalah ternyata hidup itu sangat mudah, saaangat mudah... asal kita selalu bersama Allah maka pasti tiadalah kesulitan.
Sekian .... Wasalam .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar