OPINI | 05 September 2012 | 08:15
Dibaca: 5716
Komentar: 46
6 inspiratif
Entah mengapa tangan saya tergerak mendadak menulis
judul tulisan ini. Dari segi latar, kemungkinan dan sebagainya, kalimat
itu amatlah muskil. Saya tidak punya partai. Juga bukan pengurus,
aktifis, partai. Apatah pula sosok bekerja di pemerintahan. Jauh. Saya
hanya rutin saban hari belajar menulis, menghibahkan tulisan ke warga;
bersungguh-sungguh, mencoba jernih dengan kekayaan hati, akal, budi.
Mencoba takzim mengamalkan ajaran dosen ketika berkuliah di fakultas
komunikasi era 80-an silam. Itu tok.
Di dalam kerusakan masif kepancasilaan hari ini, Indonesia dapat bangkit
dari kemunduran peradaban. Hal itu berwujud, bila presiden dan
keluarganya terlebih dahulu “menyiksa” dirinya sendiri.
Siksaan pertama bisa dianggap remah: ihwal tidur. Jika itu aku, mengacu ke
tajuk tulisan ini, sebagai presiden aku tidur di papan rata keras, beralaskan
kain. Sehingga aku merasakan betul bagaimana warga bangsa bernasib sama.
Dengan pola tidur demikian, pastilah aku bukan presiden bungkuk,
apalagi mau mebungkuk-bungkuk, terlebih ke asing.
Kedua, karena banyak pilihan bahan makanan pokok sehari-hari, bak saran
Menteri perdagangan saat ini, Gita Wiryawan, berusaha memvariasikan
asupan bahan pangan. Aku tak masalah makan ganyong dengan sebutir rawit
plus urap kacang panjanng berkelapa. Aku meminum air kelapa muda alami
ciptaan Tuhan, memakan buah jeruk kampung, jeruk Bali, mengandung tinggi
anti oksidan.
Aku menjaga semua yang melekat di badan bersih, wangi. Kaus kaki tidak bau, celana dalam juga, keringat cespleng.
WC di rumah harum, singkat kata, bersih. Jika ada keluarga yang
keringatnya bau, aku akan tuntaskan dengan banyak bedak ketek pilihan
penghilang bau. Saluran air, got dekat rumahku bersih, tak ada air
tersumbat, karena, konon surga di mana air mengalir.
Ketika berangkat ke kantor pun aku memakai mobil-mobil bekas yang masih
sangat enak dinaiki. Cukup dengan foreider dua polisi masih manusia,
bukan robot.
Pada lebaran ini aku dipinjami seorang kenalan baik, sebuah Mercedes
Benz S 280 tahun 94 build-up, terawat. Konon mobil jenis itu dikendarai
Doddy Alfayed dan Diana Spencer ketika bertubrukan dan mengantarkan
mereka ke liang lahat. Dulu saya berangan-angan mengendarainya. Dan
barulah tahun ini saya bisa nikmati, kendati bekas, tetap nyaman. Jadi
tak perlu lagi beli mobil baru.
Sebagai presiden aku sangat yakin kendaraan-kendaran bekas Mercedes Benz
Presiden RI masih banyak enak, baik, kinclong. Jika perlu sesekali naik
bajaj ke kantor, bersepeda, bahkan berbecak, kenapa tidak? Pokoknya
variatif, manca warna. Konon orang kreatif hidup berbanyak variasi,
tidak monotoni. Sebab kreatifitas itu proses, urut-urutan peristiwa.
Tidak ujug-ujug seseorang bisa kreatif. Bank data di hati dan kepala
seirama selanggam menghasilkan nada kecerdasan.
Barulah aku membuat kebijakan.
Kebijakan pertama, indikasi polisi ngaco mencapai 70% di genggaman
cukong, aku ajak para pimpinannya berkaca ke lubuk hatinya: bahwa kita
ke dunia ini membangun peradaban bukan merusaknya. Kalian sudah
berekening gajah sebagai polisi, silakan rela digeser oleh polisi muda
bernurani menjadi polisi. Begitu juga di segenap jajaran TNI. Yang sudah
sangat happy bergolf dengan rombongan cukong, silakan diteruskan, tapi
relalah berganti posisi, kasih kesempatan perwira muda berbudi.
Kedua, saya “tembak” juga hati para jaksa di kejaksaan. Mereka selama
ini, misalnya, terindikasi melindungi kepentingan bisnis cukong
pengadaan buku nasional di proyek DAK, Diknas yang setidaknya Rp 10
triliun setahun itu, saya ingatkan kisah kematian. Ente mati hanya bawa
kafan. Mungkin para jaksa itu sadar, dan legowo mundur diganti
jaksa‐jaksa bersih. Kalau mereka ada yang ngotot, karena saya presiden,
saya lukai hatinya, dengan “peluru” kekayaan hati saya, sehingga
terkapar tak bisa lagi masuk kantor. Ini tak main-main. Sunguh-sungguh.
Hanya presiden berkekayaan hatilah tegak, teguh.
Para pegawai pajak, terutama hakim‐hakim pengadilan pajak, akan saya
gaji Rp 1 miliar perorang sebulan. Toh mereka di pusat hanya 48 orang.
Tapi digenggaman mereka ini, indikasi penggelapan pajak lebih Rp 1.000
triliun tidakmereka urus. Angka nyata pada 2005 transfer pricing di
bangsa ini Rp1.300 triliun dan pelakunya adalah dominan korporasi
raksasa. Jika hakim itu bekerja benar, jika dapat membuktikan 30% saja,
selamat Rp 390 triliun. Bagi saya, menara Eiffel di Paris itu murah,
nilainya hanya Rp 1.083 trilun. Jika mau Indonesia bisa bangun setahun
satu.
Bangsa ini amat kaya. Bisa dibuktikan dengan angka.
Makanya di bawah kepemimpinan saya pasti tak akan ada pengemis, tak akan
ada joki 3-in-one di pusat-pusat jalan protocol Jakarta. Juga tak akan
ada lagi pengiriman TKW ke luar negeri. Karena devisa yang kita peroleh
setahun dari sana maksimum Rp 60 triliun. Kecil saja. Namun citra
kita di luar, negeri babu yang mudah digauli. Lebih dari itu, sebagai
presiden saya tak hanya malu kepada Tuhan, tetapi saya juga sangat malu
kepada Zia Ul Haq, Pakistan, berani berkata kepada dunia, “Kami tak
akan mengirim para perempuan kami bekerja ke luar negeri, karena kami
yakin tidak mampu melindungi kehormatannya.”
Menghormati dan melindungi para perempuan, para wanita, ibu bangsa,
bagian sari pati peradaban. Maka, aku camkan ke anak‐anak bangsa yang
duduk mulai dari playgroup. Satu berita perkoasaan saja, sudah mebuat
aku lebih baik mundur jadi presiden. Bagitulah sebuah tekad, komitmen.
Para pendidik, guru, saya ingatkan kembali menjadi pendidik,
pengajar. Jangan pula latah mengikuti pola RSBI, cingkunek-cingkunek lain
yang diimpor-impor. Jauh sebelum ada sistem pendidikan, bangsa ini
telah melahirkan orang besar berpendidikan dasar. Mereka bersekolah ke
negeri orang dengan landasan pendidikan dasar sekolah kampung, sekolah
bambu bak kata Nagabonar di kisah film. Mereka berkecerdasan sosial.
Tidak seperti hari ini, anak‐anak dikotakkan dalam homogenitas strata
sosial, nilai pelajaran, yang menjadikan siswa asosial, alias bengak
kecerdasan sosialnya.
Saya juga akan menutup badan‐badan Add hoc yang dibentuk selama
reformasi, tapi malfungsi.
Selanjutnya, saya akan gaul. Kendatipun saya dibarakade oleh Paspamres,
saya bisa ada di tengah seniman dan budayawan yang cerdas-cerdas
hatinya. Saya kongkow dengan mereka. Saya menyamar. Hal itu sudah biasa
kok aku lakukan dalam verifikasi banyak kasus. He he
Dari situ aku bisa menegur hampir semua seniman lukis Indonesia, pah-poh
pemahaman dasar anatomi gambarnya. Aku bilang ke mereka, kalian banyak
ngaco. Makanya aku akan mengirim banyak seniman belajar ke luar negeri.
Kalau lukis aku kirim ke Paris. Di saat saya memimpin, pasti akan
berdiri museum lukisan terbesar di dunia mengalahi Luvre di Paris.
Karena bahan dasar dan seniman Indonesia luar biasa. Juga dalam karya
seni lain.
Lah wong, Bung Karno di jaman cetakan masih culun, mampu menggemparkan
dunia dengan membuat buku kumpulan pelukis top Indonesia yang
dikuratori Lee Man Foong. Kini jangankan buku hebat seperti itu
dicetak, maaf, tertawa dulu aku, Presidennya bikin CD lagu yang
dibantuin banyak orang.
Lebih dari itu semua, biar tak kepanjangan kata, karena aku juga tak mau panjang-panjang bertutur ke publik, to the point,
jernih-jernih, taat kaedah ke pengertian dasar, tak bikin pengertian
dasar sendiri seperti KPK bikin pengertian tentang etik. Ku akhiri saja,
begini, sebagai presiden kalian bisa buktikan, aku tak meninggalkan
harta bagi anak-anakku. Ia hanya aku sekolahkan sebisa dan semaksimal
mungkin. Dan rumah yang aku punya pun akan kuhibahkan. Anak-anak mampu
kok mencari harta dan penghidupannya sendiri.
Dan mengacu ke kalimat pernulis 7 Habit, Steven Covey, sosok yang aku
kagumi juga, yang berpulang pas di hari Ulang tahunku 48, 16 Juli
tahun ini - - dan 16 Juli tahun lalu ayahku meninggal - - pastilah
catatan-catatan di atas akan diucapkan oleh orang yang pulang dari
pusaraku setelah aku dimakamkan kelak.Covey mengajarkan menarik mudur
apa yang ingin diucapkan pertama oleh orang lain di saat makam Anda
telah ditutup
Mungkin saja banyak buku lahir setelah itu. Dan publik memperbincangkan di antaranya premis-premsi di atas
Karena, akulah Presiden RI itu.
Iwan Piliang, blog-presstalk.com>